media info untuk anda mengenal bisnis-online dan menemukan peluang-income yang anda butuhkan.

29 Agu 2013

BEKERJA KERAS (hard work) dan BEKERJA PINTAR (smart work)


Desa Kepuhdempet di Pulau Mindi, adalah benar desa yang dikategorikan desa terisolir. Topografi desa ini kurang menguntungkan, berada di perbukitan berbatu dan sulit dijangkau kendaraan, hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki. Sarana yang ada hanyalah jalan setapak, yang cukup landai tetapi terpotong sungai-sungai kecil berbatu. Berpenduduk kurang dari 3.000 jiwa, dan para lelaki dewasa berpencaharian dengan berladang dan para ibu mengerjakan anyaman atau kerajinan yang dibuat dari bahan-bahan yang disediakan oleh alam.

Adalah 2 orang bersahabat, Karim dan Arul, yang kurang begitu suka dengan pekerjaan seperti yang dilakukan orang di desanya. Keduanya memiliki cita-cita tinggi, berhasil di kehidupannya dan menjadi orang kaya suatu saat nanti. Tapi tidak tahu harus berbuat yang lain. Mereka menunggu dan menunggu kesempatan untuk berbuat lebih baik dan menghasilkan, sehingga cita-cita mereka bisa menjadi kenyataan.
Kesempatan itu akhirnya datang juga kepada kedua orang itu, ketika Kepala Dukuh menugasi Karim dan Arul untuk setiap hari mengambilkan air mengisi bak tandon air yang sudah dibangun. Bak tandon air ini dibangun sebagai penampung persediaan air bagi warga desa yang membutuhkan untuk keperluan sehari-hari.

Sebelum ada tandon air, warga, terutama ibu-ibu dan anak-anak berjalan sejauh 3 km untuk mengambil air dari sumber air untuk keperluan sehari-hari. Kemudian dibangun tandon air yang diharapkan bisa meringankan beban warga desa. Hanya sayang tandon air ini, bergantung pada curah hujan agar bisa terisi air. Dan bila tidak di musim hujan, tandon air keadaannya kurang air, bahkan kosong. Keadaan ini yang membuat Kepala Dusun menugasi Karim dan Arul untuk mengambil air dari sumber air dan mengisinya ke tandon air.
Karim dan Arul melihat kesempatan baik ini, tanpa pikir panjang menerima dan bersemangat menjalankan tugasnya. Mereka dibekali masing-masing dua buah jerigen kapasitas 20 liter, dan untuk jerih payahnya setiap jerigen mereka diberi upah cukup. Setiap hari mereka berhasil membawa air masing-masing 10-14 jerigen. Terbayang oleh mereka, tidak lama lagi mereka akan mempunyai uang banyak dan bisa membeli apapun keinginan mereka.
Bak tandon air terisi, dan warga desa senang tidak harus berlelah mencari air. Hari-hari berjalan terus dan Karim juga Arul dengan tekun menjalankan pekerjaannya, sampai suatu saat Karim berpikir keras. Punggungnya mulai terasa nyeri, luka, bengkak, kaki tangan mulai gemetar dan mulai pekerjaannya terasa berat dan melelahkan.
"Tidak bisa begini terus..." gumamnya dalam hati.
Dia mulai berpikir bagaimana caranya bisa membawa air dari sumber air, dan mengisinya ke tandon air, tidak dengan cara seperti yang dilakukannya bersama Arul. Bisakah air mengalir sendiri ke tandon air? Bagaimana caranya?
Karim berpikir keras, mencari pemecahan kesulitan yang dihadapinya, sambil tetap menjalankan pekerjaannya membawa air dengan jerigen. Di sela-sela kelelahannya, ide itu muncul dan diyakini itu cara satu-satunya dan paling efektif. Besoknya Karim menyampaikan idenya kepada Arul, tapi ternyata Arul menolak ide itu.
"Dengan apa air bisa mengalir ke tandon? Dan pasti perlu uang banyak untuk beli ini-itu, sedangkan kita 'kan sedang mengumpulkan uang..." sanggah Arul. 
"Air dialirkan pakai bambu yang disambung-sambung dari sana ke tandon. Di hutan banyak bambu, bisa dipilih yang panjang dan tua agar awet. Dan sepertinya tidak perlu biaya banyak." Karim bertutur.

"Kita pakai cara sekarang saja, yang sudah jelas hasilnya. Saya bisa membawa lebih banyak air, kalau perlu tambah waktu kerja. Sudah buang jauh-jauh ide seperti itu. Nggak bakal berhasil."  Arul mengabaikan pemikiran jauh ke depan seperti yang dipikirkan Karim.

Tapi Karim tetap pada idenya dan bertekad akan mengerjakannya sendiri, tanpa bantuan Arul. Dia tetap bekerja seperti biasa membawa air di jerigen, agar tetap mendapatkan upah yang perlu untuk membiayai kehidupannya. Disiapkannya peralatan, termasuk puluhan bambu hutan yang akan dijadikannya sebagai pipa penyalur air dari sumber air ke tandon. Sebagian waktunya digunakan untuk menggali tanah menanam pipa bambu dan merapikan jalur-nya agar tidak ada hambatan nantinya. Penghasilannya memang berkurang, tetapi Karim tetap teguh dengan keyakinannya bahwa dia akan berhasil. Rasa lelah yang teramat sangat dilawannya, dengan semangat untuk mewujutkan impiannya yaitu air mengalir dengan sendirinya dari sumber air ke tandon di desanya.
Arul dan orang-orang desa lainnya mencela apa yang dikerjakan Karim dan pekerjaan yang sia-sia. Sebaliknya Karim sangat yakin usahanya akan berhasil dan mendatangkan keuntungan padanya. Kesulitan demi kesulitan, halangan-halangan dihadapinya dengan tabah dan semangat pantang menyerah.
Semakin hari pekerjaan Karim semakin terlihat hasilnya, saluran pipa bambu semakin mendekat desanya. Dan dilihatnya Arul masih tetap dengan pekerjaannya mengangkat jerigen berisi air, dan terlihat semakin lemah. Tubuhnya membungkuk, jalannya semakin lamban, kekokohan tubuhnya semakin berkurang dan mulai terlihat sakit. Arul mulai sedih dan kecewa. Apakah dia sanggup terus membawa jerigen air setiap hari, sepanjang hidupnya? Frustasi mulai menghinggapinya. Dia merasa yang dikerjakannya berat berkepanjangan dan mulai menilai apa yang dikerjakan Karim benar untuk tujuan jangka panjang.
Akhirnya apa yang ditunggu Karim tiba. Saluran pipa bambu telah tersambung dengan baik ke tandon air di desa. Kerja keras Karim menunjukkan hasil yang sempurna, dan ini sungguh melegakan Karim. Air mengalir dengan sendirinya dan tanpa henti memenuhi tandon air, menyediakan kebutuhan seluruh warga desa. Karim menerima upahnya tanpa bekerja lagi, tidak lagi harus berlelah mengangkat jerigen air yang jauh dan memberatkan. Itulah hasil kerja keras dan komitmen Karim, yang berpikiran jauh kedepan dan rencana yang matang dipikirkan.
Akan halnya Arul, malah tidak bekerja lagi, karena jasanya sudah tidak dibutuhkan warga. Kondisi Arul malah memprihatinkan, sering sakit dan uang yang dulu dikumpulkan, sedikit demi sedikit habis untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk upaya penyembuhan sakitnya.
Karim yang baik hati, dan masih merasakan persahabatan dengan Arul, memberi kesempatan kepada Arul untuk membantunya mengelola air tandon dengan pekerjaan yang lebih ringan.

Ceritera ilustrasi kehidupan diatas menggambarkan perbedaan cara berpikir/ bekerja yang ber-visi ke depan dan yang hanya berpikir untuk kebutuhan jangka pendek.
Mudah-mudahan menginspirasi Anda.

(Diceriterakan/ ditulis dari sumber Motivasi Bisnis).

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Silahkan ber-KOMENTAR dengan santun, sesuai topik/ posting, tanpa singkatan, tidak porno/ sara/ lainnya. Terima kasih sudah berkunjung.